Sunday, May 8, 2011

a true love -one short story-

hai *lagi*
lagi seneng banget saya bikin cerpen :P
ahehe

langsung aja dah :)
cekidot..



A true love

“Eh, Ren.. Liat!! Bunganya bagus nih!!” ucap seorang gadis kecil itu pada seseorang yang ada di depannya, yang ternyata bernama Darren, dan ia adalah sahabat dari gadis kecil itu. “Mana?” kata Darren sambil berhenti sejenak dari kegiatannya waktu itu, bermain dengan kucing kesayangannya. “Ini nih..” kata gadis kecil itu seraya menunjukkan sebuah tanaman yang ia maksud kepada Darren. Darren pun memetik salah satu bunga dari tanaman itu. Dan seraya memasangakan bunga yang dipetiknya ke telinga gadis itu, Darren berkata “Dan bunga ini terlihat lebih cantik, apabila ada bersama kamu, Tha”. Dan pipi gadis kecil itu pun sedikit bersemu merah, namun mungkin Darren tak menyadarinya, karena tak lama kemudian, Darren berkata pada gadis kecil itu “Tha.. Darren pergi dulu ya. Papa uda jemput nih. Maaf ya aku harus pergi. Moga kita bisa ketemu lagi. Dah, Tha..” kata Darren pada gadis kecil itu, seraya pergi meninggalkan gadis kecil itu, karena ia harus mengikuti keluarganya yang harus pindah rumah ke kota lain. Sebenarnya mereka berdua tau bahwa sore itu mungkin saja terakhir kalinya mereka akan bertemu.
“Iya Darren. Take care ya kamu di sana..” kata gadis kecil itu sedikit berteriak pada Darren. Darren pun berhenti sejenak, menoleh pada gadis itu sambil mengangguk, dan ia pun pergi, dengan satu senyuman. “Aku akan merindukan kamu, Thalita..” kata Darren, berbisik pada dirinya sendiri.

======================================

...Orang datang dan pergi dari kehidupan kita tanpa kita tahu kapan ia akan datang dan kapan ia akan pergi dari hidup kita. Dan kita juga tidak tahu apakah kedatangan maupun kepergian seseorang dari hidup kita itu akan mendatangkan kebahagiaan, ataukah suatu kepedihan. Dan kita tak pernah tau kedatangan maupun kepergian seseorang itu kita harapkan atau tidak. Yang bisa kita lakukan, hanya bagaimana kita akan menyikapi seseorang yang hadir dalam hidup kita itu, apakah kita akan membuat kedatangannya menjadi berarti untuknya dan untuk kita, ataukah akan membuat kedatangannya menjadi malapetakan bagi hidup kita. Bagaimana kita menyikapi kepergian seseorang itu, sebagai sesuatu yang akan selalu kita, dan ia kenang, atau yang akan selalu diusahakan untuk dilupakan. Bagaimana kita menyikapi seseorang itu, akan membekas di hati dan pikiran seseorang, baik sedikit maupun banyak. dan satu hal lagi, bagaimana kita akan menyikapi kedatangannya lagi, suatu hari. Setelah kita terbiasa untuk hidup tanpanya...

======================================

Perumahan Asri, adalah salah satu dari sekian banyak perumahan yang ada di kota ini. Dan Thalita sekeluarga, adalah salah satu penghuni perumahan itu. Taman di tengah perumahan itu, adalah tempat favorit Thalita untuk menghabiskan sore sembari membaca buku. Yap, Thalita adalah gadis kecil yang muncul pada prolog cerita ini. Ups, kini ia tak lagi menjadi gadis kecil, kini ia telah berubah menjadi seorang gadis manis yang kini tengah duduk di bangku kelas XI di SMA favorit di kotanya. Dan sore itu, lagi-lagi Thalita menghabiskan sore itu di taman itu.
“Hai, lagi asyik baca ya..” tiba-tiba seorang laki-laki menyapa Thalita yang sedang asyik membaca. Thalita, yang merasa terusik hanya mengabaikannya. Ah, paling juga cowok luar kompleks yang ganjen, batin Thalita.
“Hey, Tha. Disapa kok malah diem??” ujar lelaki itu lagi. Thalita pun terdiam, dan menutup bukunya. Kemudian dia memperhatikan lelaki itu. Namun, ia tak dapat mengenali siapa lelaki itu. Bagaimana ia tau namaku? Padahal sepertinya aku tak mengenalnya.. batin Thalita “Kamu lupa sama aku, Tha??” ujar lelaki itu, lagi. Kali ini dengan nada bicara yang cukup cemas. “Tha..aku Darren. Aku uda kembali Tha..” ucap lelaki itu, yang ternyata bernama Darren, dengan nada yang sayu.
“Maaf, em..siapa namanya tadi? Darren.. Maaf, sepertinya aku memang tidak mengenalmu. Maaf..” jawab Thalita, dengan nada menyesal. Dan ia pun pergi dari taman itu karena jam tangannya telah menunjukkan jam lima sore, meninggalkan Darren yang terpekur sendiri, karena gadis yang ia rindukan selama ini melupakannya..

======================================

Keesokan harinya di sekolah..
“Hai, Tha..” sapa seorang cewek di bangku belakan kelas itu ketika Thalita baru saja memasuki kelas. “Eh, hai La. Eh, nggak ada peer kan??” sapa Thalita balik. “Nggak kok. Kan kalo ada peer aku nyapa kamu di depan kelas. hehe” jawab teman Thalita itu, yang ternyata bernama Ila itu. “Iya, trus pasang muka sok manis gara-gara mau pinjem peer aku kan??” sindir Thalita kemudian. “hehe.. Maklum lah Tha. hehe” jawab Ila.
“Eh, Tha. Denger-denger ada penghuni baru di perumahan kamu ya?? Katanya cakep lho Tha. Udah ketemu belum? Wah, mau dong kalo aku diajak ke rumahmu Tha. Trus ntar kita mampir ke rumah cowok itu. Kan kalo aku sendirian yang kesana kan aneh. Kalo kamu kan alasannya bisa bilang mau kenalan sama tetangga baru. Hehe.. Ya?? Mau ya??” cerocos Ila.
“Kamu tu ya La, kalo denger kabar tentang cowok aja kamu langsung ceriwis” jawab Thalita. “Hehe.. Trus ada nggak itu tetangga baru yang kayak aku bilang??” tanya Ila lagi, masih dengan nada yang bersemangat. “Nggak tau deh, La. Kalo mama tadi malem bilang sih katanya emang ada tetangga baru tuh. Tapi nggak tau wujudnya kayak apa” jawab Thalita lagi.

======================================

Sore harinya, di taman. Entah kenapa Thalita terpikirkan kata-kata Ila tadi di sekolah. Hmm..seperti apa memang tetangga baruku itu? Sepertinya mereka sangat tertutup karena gerbang rumah penghuni baru itu selalu tertutup. Ah, entahlah. Aku takkan peduli. batin Thalita dalam hati, dan ia pun melanjutkan kegiatannya membaca.
“Eh, kamu lagi..” sapa seorang lelaki dari belakan bangku yang diduduki Thalita. Dan...oh ya ampun.. kamu lagi batin Thalita kesal.
“Beneran nggak inget sama aku??” ucap lelaki itu kemudian, setelah duduk di samping Thalita, yang ternyata itu Darren.
Dan karena ucapannya tadi tak dihiraukan, Darren pun menyambung ucapannya itu lagi. “Oke deh. Gini aja. Anggep aja aku mau kenalan sama kamu. Gimana?”
Dan sepertinya, hati Thalita sedikit tergoyahkan. Mungkin ia tak seburuk dugaanku, pikirnya seraya menyambut uluran tangan Darren. “Oke. Aku Thalita. Dan kamu. . .eh, siapa ya namanya kemarin itu?? Da. . .Davi?? Dare?? Ah, ya! Darren. Ya kan??” ujar Thalita. “Haha.. Iya. Aku Darren..” jawab Darren sambil tersenyum renyah.
“Tha..inget nggak kamu dulu punya temen deket waktu kamu masih kecil??” tanya Darren, membuka pembicaraan karena setelah memperkenalkan dirinya, Thalita hanya diam.
“Ha? Teman masa kecil?? Kata mama sih ada” jawab Thalita.
“Kok kata mama sih??”
“Dua tahun lalu aku kecelakaan. Efeknya, ada beberapa memoriku yang ilang. Walaupun mama udah coba buat ngingetin aku balik, tetep aja aku nggak bisa inget. Terutama tentang teman masa kecilku itu. Eh, kok kamu tau sih??”
“Kan teman masa kecil kamu itu aku, Tha. Kamu inget ini?” tanya Darren seraya memetik sekuntum bunga di taman itu, dan menyelipkannya di telinga Thalita. “Dulu sebelum aku pergi, aku inget, aku nyelipin bunga ini ke telinga kamu, kayak sekarang ini Tha.” Ucap Darren, dengan nada bicara yang sedikit murung. Aku selama ini nunggu saat di mana aku bisa ketemu kamu lagi, Tha. Tapi kenapa saat kita ketemu, kamu malah lupa sama aku, Tha.. batin Darren sedih.
“Eh, iya ya?? Emang beneran kamu temen kecil aku??” tanya Thalita kaget.
“Iya, Tha.. inget nggak. . .” ujar Darren, membuka cerita tentang pengalaman yang mereka alami sewaktu kecil. Dan entah mengapa, Thalita tiba-tiba dapat mengingat semuanya kembali. Ia dapat merasakan gambaran-gambaran kejadian di masa lalunya yang dulu tak dapat diingatnya, kini terpampang dengan jelas di hadapannya. Memorinya  yang hilang telah kembali.

======================================

“Tha. . .bangun Tha..” suara nan lembut itu memasuki pikiran Thalita. Dan sedikit demi sedikit, Thalita mulai dapat merasakan cahaya menyinari matanya. “Syukurlah, kamu udah sadar, Tha.. Mama udah cemas sama keadaan kamu, Tha..” ujar mama Thalita saat Thalita bangun. “Eh, ma. Kok Thalita uda di rumah sih??” tanya Thalita bingung.
“Kamu tadi pingsan di taman. Darren yang bawa kamu pulang. Waktu Darren mama tanyain, dia juga bingung nggak tau kenapa kamu tiba-tiba pingsan. Emangya kenapa Tha?” tanya mama Thalita, dengan lembut.
“Tha uda inget semuanya, ma.. Semuanya! Nggak tau kenapa abis Darren cerita tentang aku sama dia, aku jadi inget semuanya, ma” ujar Thalita. “Syukurlah, Tha. Akhirnya kamu bisa inget lagi.” ujar mama Thalita singkat, sambil berlinang  air mata.

======================================

Dan dimulai sejak saat itu, Thalita terlihat lebih sering bersama dengan Darren. Mereka menghabiskan sore mereka dengan bernostalgia tentang masa kecil mereka, mencoba cafe-cafe baru, hingga menyusuri pusat-pusat perbelanjaan di kota mereka. Dan mereka mengabiskan malam mereka dengan belajar bersama. Entah itu di rumah Darren, maupun di rumah Thalita. Hingga seperti pepatah mengatakan, ada Darren ada Thalita *bukan semut sama gula lagi sekarang*.
Hingga hari itu tiba..

======================================

Sore itu, sore yang cerah..
Darren dan Thalita tengah menghabiskan sore itu di taman, sambil bercerita kejadian yang mereka alami siang tadi di sekolah. Tangan Thalita berada dalam genggam erat tangan Darren. Dan keceriaan menghiasi wajah mereka berdua. Hingga pembicaraan mereka berhenti sejenak setelah Darren mengatakan “Tha..aku sayang kamu. Aku sayang kamu sejak kita berteman dulu, waktu kita kecil, Tha. Jauh darimu menyadarkanku bahwa aku sayang kamu, Tha. Would you be mine??”
Muka Darren dan Thalita sama-sama memerah. Mereka saling menyadari dalam benak pikiran masing-masing, bahwa mereka sebenarnya saling menyayangi. Mereka saling menyayangi dengan cara mereka sendiri.
“Maaf..Darren. Aku. . .Aku nggak bisa jadi..pacarmu. Kenapa kita nggak temenan aja??” jawab Thalita resah.
“Tapi aku ingin memilikimu, Tha. Kamu nggak sayang sama aku??” tanya Darren lagi.
“Aku sayang kamu, Darren. Tapi. . .aku nggak bisa untuk memiliki kamu, dan kamu juga nggak bisa memiliki aku. Tak ada yang salah dengan berteman saja kan??” jawab Thalita, sambil menunduk. Ia tak berani menatap wajah Darren.
“Oke kalo itu yang kamu mau” jawab Darren kemudian, seraya melepaskan tangan Thalita dari genggamannya dengan kasar. Thalita menangkap nada marah dalam suara Darren tadi. Dan Darren pun pergi begitu saja. Meninggalkan Thalita yang termenung sendiri.

======================================

#Darren. . .kmu jgan mrah dong.. maaf.. aq gk brmaksud nyakitin kmu.. maaf..

Message sent

5 menit kemudian..

#Darren. . .jgn ngambek gtu dong.. ayolah.. jgan cuekin aku..

Message sent

5 menit kemudian

#Darrrreeeeeeennnn. . . bales dong..

Message sent

... Calling.. Darren..
#nomor yang anda hubungi sedang...

“argh!! Darren kenapa lagi nih..” ujar Thalita sebal. Udah berpuluh-puluh sms ia kirimkan pada Darren. Namun tak satupun balasan ia dapatkan darinya. Dan sudah berkali-kali ia coba hubungi Darren via telepon, selalu saja tidak diangkat. “Argh! Aku cuma nggak mau kalo harus bener-bener kehilangan kamu, kalo pada nantinya kita putus, Darren.. Lebih baik kita temenan aja..” ujar Thalita putus asa, di tengah tangisnya.

======================================

Krrrriiiiingggg. . .
“Hah, siapa yang nelpon jam segini coba” ujar Thalita tak lama setelah bangun dari tidurnya yang terganggu akibat telpon itu. “Ha?? Gila. Ini jam 12 malem tau” ujar Thalita gemas.
“Halo..” sapa Thalita setelah mengangkat telpon itu.
“Hai, Tha..”
“Ha?? Darren?”
“Iya Tha.. Siapa lagi?? hehe”
“Eh, gila ya kamu. Tengah malem begini nelpon orang seenak jidatnya sendiri”
“Hehe, habisnya aku kangen kamu, Tha”
“Ha??”
“Iya, kangen. Maaf ya tadi aku marah gara-gara. . .yah, you-know-what.. Lupain aja ya Tha yang tadi??”
“Oh, oke bos!! Siap.. Gitu dong dari tadi..”
“......”
Darren dan Thalita pun melanjutkan pembicaraan seru mereka. Banyak hal yang mereka bicarakan, seakan tek mengenal waktu yang terus berjalan,menyambut pagi yang akan datang.

======================================

...Seorang sahabat tak akan pernah pergi meskipun kita telah berkali-kali menyakitinya. Seorang sahabat akan selalu memaafkan atas kesalahan yang kita perbuat. Itulah mengapa sahabat akan selalu ada bersama kita, sampai akhir hayat kita. Namun seorang kekasih, belum tentu akan selalu ada jika kita menyakitinya. Belum tentu akan berada di sisi kita, jika kita menyakitinya. Namun berbeda dengan cinta sejati kita, yang meskipun tak ada di hadapan kita, meskipun ia jauh, ia akan selalu ada, mengisi relung hati kita yang kosong, dan ia akan berada di sisi kita sampai akhir hayat kita. Berjalan mengiringi langkah kita, bersama dengan sahabat. Seorang cinta sejati itu,tak akan berjalan di depan kita seperti seorang mandor, atau di belakang kita seperti seorang budak. Tapi ia akan senantiasa berjalan di sisi kita, yang akan selalu membimbing kita, yang akan selalu membantu kita berjalan, membantu kita berdiri kala kita jatuh, dan tak akan pernah pergi dari sisi kita...

======================================

-FIN- ^^

No comments:

Post a Comment